Sabtu, 06 Juli 2013

Ketika Kencing di Pohon Beringin Tua

Kisah berikut saya ambil dari Koran Memo rubrik Misteri dan dikisahkan oleh Warsito di Purwoasri Kediri.

Yang namanya apes memang tidak bisa diduga. Kapan saja dan di mana saja bisa terjadi, termasuk apa yang pernah menimpaku. Walau aku sudah berhati-hati, toh nyatanya tidak bisa ditolak. Akibatnya, aku harus sakit demam selama 1 minggu.

Desaku di kawasan Purwoasri, Kediri memang sepi. Kesunyian itu tidak hanya karena rendahnya tingkat industri dan transportasi, melainkan juga masih banyaknya mitos dan tempat-tempat yang dianggap keramat. Tak terkecuali sebuah pohon beringin besar yang letaknya hanya berjarak sekitar 100 meter dari rumahku. Menurut Nenek, usia beringin itu sudah sangat tua. Ratusan tahun mungkin. "Ketika Nenek lahir, pohon itu sudah besar, kok!" demikian penjelasannya.

Selain Nenek, beberapa tetangga menceritakan beberapa kasus sawanen, memedi dan hantu-hantu menakutkan di sekitarnya. Tak sedikit di antaranya terserang demam atau kesurupan setelah mendekati atau berbuat jahil kepada pohon itu. Karenanya, banyak orang tua yang selalu mengingatkan kami, anak-anak muda ini, untuk selalu berhati-hati menghadapi siapa pun yang berada di balik misteri pohon beringin itu.

Demikian pula denganku, walau sebenarnya tidak ada ketakutan atau kekhawatiran, tetapi akan lebih baik jika tidak membuat marah mereka. Aku pun selalu menghindar, jangan sampai melakukan hal-hal yang membuat mereka memarahiku.

Tetapi pada malam Kamis Pon, beberapa tahun silam, hal itu tidak berlaku. Dari rumah aku berangkat ke rumah Jito dengan maksud hendak ngobrol atau sekedar berbincang-bincang. Barangkali saja ada yang bisa didiskusikan.

Namun, baru setengah jam duduk, Gatot dan Harsono datang sambil membawa minuman keras. Maklumlah anak muda. Berhubung tak mungkin menolak, aku pun terpaksa ikut larut dalam tradisi anak muda yang sering disebutnya dengan jamuan perhormatan. "Ya, sekedar penghormatan!" kata Jito sambil ketawa.

Tetapi bukan cuma sesloki yang harus aku habiskan. Sebab setelah sloki pertama, teman-teman tetap memintaku untuk meneruskan pesta itu.

Dengan kepala pusing, aku melangkahkan kaki pulang ke rumah. Aku dengan terpaksa pamit kepada teman-teman, karena sudah tidak sanggup melanjutkan minum. aku berjalan sempoyongan.

Di tengah jalan, aku kebelet pipis. Dalam keadaan setengah sadar, aku mencari tempat yang gelap. Aku pun menunaikan hajat. Setelah selesai, aku kembali melanjutkan perjalanan. "Lhe, kamu kok kurang ajar temen!" (Lhe, kamu kok kurang akar sekali!) Seorang lelaki tua yang tidak jelas wajah dan wujudnya membantakku. Selanjutnya aku tak ingat apa-apa lagi.

"Untung ada Lik Saman yang membawamu pulang. Kalau tidak ada dia, mungkin kamu akan tidur semalaman di bawah pohon beringin," Ibuku memarahiku.

Namun, masih dalam keadaan pusing, aku merasakan sesuatu yang kurang enak. Badanku terasa mriyang, tak lama kemudian terasa dingin berganti panas dan seterusnya. Aku terserang demam. "Demam biasa, nanti juga sembuh," kata petugas kesehatan Puskesmas, menenangkan Ibu.

Tetapi tidak begitu dengan Ibu. Beliau benar-benar ketakutan hingga baru setengah hari dari Puskesmas, Ibu sudah memanggil Lik Hanapi, orang pinter yang biasa berhubungan dengan dunia mistik. "Nggak apa-apa kok. Asal selalu minum air sirih, nanti juga sembuh," tandasnya, setelah menjelaskan bahwa aku telah kesurupan anak jin penghuni beringin itu. (Gambar hanya sebagai ilustrasi dan bukan yang sebenarnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jumlah Tayangan Laman

Noble